Penulis: Topan Aidil Adha | Editor: Kadarsih Lesmana
Edisi: Lapak Cung Tu’ian80
Swaraproletar.id. Beberapa hari belakangan dibeberapa media Cetak maupun Online khususnya diKabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu, diramaikan dengan pemberitaan mengenai konflik yang tengah terjadi antara Pihak Perusahaan dengan oknum Masyarakat yang menamai dirinya Kelompok Petani Maju Bersama atau lebih dikenal dengan sebutan Kelompok PMB.
Konflik ini menimbulkan beragam pertanyaan di ranah publik, siapa sebenarnya yang salah? So kita coba ulas sedikit ya gaes!
Bagaimanakah soal Dokumen kepemilikan dasar hak atas tanah yang dimiliki oleh Perusahaan PT. Daria Dharma Pratama (DDP) atas PT. BBS? Yang berani mengklaim dan mengakui kalau diArea yang saat ini diklaim oleh KPMB tersebut milik mereka? Anda bisa menjawabnya? Saya rasa tidak, sebab saya dan anda bukanlah Lembaga penegak hukum seperti Polisi, Kejaksaan dan pengadilan bukan? Tapi berspekulasi boleh saja kan?.
Menurut saya, Saya tidak berpihak kemana-mana, saya disini aja kaliya!, saya sangat yakin kalau Area konflik tersebut milik perusahaan, dan mereka memiliki dokumen kepemilikan yang sah!, dan kelompok PMB ini, saya yakin mereka tak memiliki dokumen tersebut, dan dalam konteks hukum mereka layak disebut Pencuri murni, atau perampas hak yang bukan milik mereka, Whay? kenapa dan apa dasar logikanya?.
Pertama: Lahan dan tanaman sawit yang saat ini tumbuh dan besar di area tersebut, yang hari ini dipanen massal oleh kelompok PMB itu, secara hukum diakui kebenarannya kalau yang memiliki lahan dan tanaman tersebut adalah milik perusahaan PT. DDP, yang ditanam jauh sebelum kelompok ini mengklaimnya seperti saat ini, Logikanya? Kok baru sekarang mereka baru merasa memilikinya? setelah sekian lama hingga umur pohon sawit yang ditanam perusahaan diatas lahan HGU telah tumbuh dewasa, barulah kelompok ini jihad untuk memiliki dan memperjuangkan haknya? Kenapa tidak dari dulu? sewaktu perusahaan melakukan pembebasan lahan, yang di lanjutkan dengan Land clearing dan proses penanaman, atau pada saat proses perawatan lahan. Itu kan proses yang cukup lama dan Panjang bukan? kalau mau berjuang, kenapa baru sekarang? Atau sengaja nunggu panen kali ya?
Kedua: Dasarnya? Setiap pencurian yang dilakukan oleh kelompok ini dilaporkan kepenegak hukum prosesnya berlanjut dan sampai kepengadilan, dan dipengadilan semua mereka dinyatakan bersalah dan terhukum (inkrah). Dan dimuka pengadilan juga mereka mengakui lahan dan tanaman tersebut bukan milik mereka, dan didepan hakim mereka juga mengaku mereka melakukan pencurian itu disuruh oleh beberapa oknum Masyarakat dengan imbalan gaji atau upah.
Ketiga: Kelompok PMB ini rupanya telah pernah melakukan proses jual beli lahan tersebut sebelumnya, Dasarnya? Pengakuan Kepala Desa setempat, nggak percaya? tanya aja sendiri!, hebatnya, ini yang lebih gila lagi menurut saya, saat mereka menjual lahan yang bukan lahan mereka ini, lahan ini masih berstatus HGU aktif PT. BBS kala itu, kok bisa ya? Entah, hanya Tuhan yang tau dan kelompok mereka tentunya.
Keempat: Aneh nggak menurut kalian?, kalaulah tindakan pencurian yang mereka lakukan hari ini adalah BENAR dalam kontek hukum dan perundang-undangan yang berlaku, kalau ia, sungguh tega sekali Kepala Daerah dan wakil Rakyat kita, serta stakeholders yang ada didaerah ini tidak memberikan apresiasi atas perjuangan mereka?. Mereka sudah tau kali ya? kalau apa yang dilakukan oleh kelompok ini adalah salah? Entah lah.
Kelima: Anehnya lagi gaes? Kalaulah mereka memang memiliki dokumen yang sah dan mengklaim kalau lahan tersebut adalah benar-benar lahan mereka dan bukan mencuri, kenapa tidak dilapor saja Perusahaan ini ke aparat dan kepenegak hukum, kan selesai!, so kenapa yang dilaporkan justru bentrok fisiknya?, dan lucunya lagi gaes, yang mengaku Penasehat hukumnya dalam setiap panen massal ikut manen dan selalu hadir dilahan tersebut ketika terjadi konflik, semacam sesuatu gitu lo?
lucu nggak menurut mu gaes? setau saya PH itu dipengadilan, kalaulah ia professional, mengerti hukum dan berpendidikan, bukan dilahan sawit, dan ikut bentrok pula dengan karyawan dan aparat kepolisian disana, apa lagi sampai membuat narasi yang berlebihan seperti sekarang, dengan sengaja menciptakan konflik dan kisruh biar bisa dilaporkan kisruhnya, bukan perusahaannya begitu kali ya? Menurut saya, kasihan kalau Masyarakat yang harus menjadi tumbal hingga berdarah-darah hanya untuk mendapatkan simpati publik dan rasa iba dari Pemerintah, dengan harapan untuk mendapatkan lahan tersebut secara cuma-cuma.
Kaji Cung Tu’ian, Seperti nya kondisi ini memang sengaja dirancang dan dibiarkan, sebab benturan ini adalah bagian dari Agenda dari orang-orang yang berkepentingan itu. Sengaja dibuat gaduh dan tidak terselesaikan, biar nanti bisa menjadi Pahlawan kesiangan di Tahun Politik menuju 2024 ini, PANSUS contohnya, halo PANSUS, gimana kabarnya? Apakah baik-baik saja?.
Saya hanya berharap kawan-kawan Media, Lembaga Sosial, Akademisi, Politisi, kaum-kaum intlektual yang ada didaerah ini, mari melihat persoalan ini dengan jernih, jangan terpedaya oleh narasi sesat dan murahan seperti ini, Masyarakat dipaksa meraih mimpinya dengan cara melanggar hukum, Masyarakat juga yang pada akhirnya nanti yang terhukum, Investor datang kedaerah ini untuk membantu membangun Daerah dengan Pajaknya dan menyerap tenaga kerja dari Desa-desa. pajaknya kita nikmati, sangat egois kita, ketika mereka ikut berjuang membangun Daerah ini, tapi kita tidak perduli dan lindungi, malah justru memetik api agar ia pergi, apalagi dalang dibalik konflik ini kita tidak tau siapakan? jangan-jangan anda gaes? yang jelas, dalangnya bukan anda dan mereka yang hari ini ada dilokasi konflik, Namun masih berlindung dibalik rasa iba dan simpati dari sebuah Narasi Fiksi atas nama Petani.
To Mbo, Lanjut Ngoping cung.